Komunikasi dan koordinasi merupakan elemen dasar untuk mengembangkan dan mengoptimalkan kinerja kelompok kerja. Meningkatkan arus informasi merupakan fondasi untuk budaya partisipatif dan empowered workgroups. Hal penting dari budaya partisipatif adalah menciptakan suasana dimana individu (pemangku kepentingan) dapat merasa nyaman menyampaikan pendapat dan aspirasinya kepada pihak manajemen tanpa rasa khawatir dan takut. Dalam kelompok kerja, orang yang bekerja sama harus memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk mengkoordinasikan kegiatan mereka dan mengelola saling ketergantungan yang ada.
Komunikasi interpersonal dan keterampilan koordinasi perlu dikembangkan untuk membangun kelompok kerja yang terstruktur. Komunikasi yang efektif dimulai dengan mengkomunikasikan nilai-nilai budaya organisasi, kebijakan, serta informasi penting lainnya kepada tim kerja yang terlibat. Selain komunikasi yang bersifat top-down tersebut, komunikasi bottom-up dirangsang dengan cara mencari opini individu terkait dengan kondisi tim kerja. Komunikasi antara unit-unit kerja harus berfokus pada isu-isu untuk menyelesaikan program yang dilaksanakan. Masing-masing pihak mengidentifikasi ketergantungan (dependensi) dalam pekerjaan mereka dan membangun komitmen untuk menyelaraskan kegiatan mereka. Setiap pihak memantau kemajuan terhadap ketergantungan tersebut untuk memastikan koordinasi di dalam kelompok kerja mereka berjalan secara efektif.
Dalam
konteks perencanaan pembangunan nasional dan regional, kerjasama intra dan
antar departemen sangat penting untuk memastikan bahwa kebutuhan dari pemangku
kepentingan (stakeholder) dapat
terakomodir. Komunikasi dan koordinasi sangat penting dalam memperlancar dan
memastikan pencapaian visi dan tujuan bersama secara tepat waktu. Dengan
meningkatkan berbagi pengetahuan, mempraktekkan komunikasi terbaik dan
mengembangkan platform koordinasi fungsional, para perencana dan pengambil
keputusan menempatkan dirinya dalam posisi yang lebih baik untuk membuat
rencana dan program yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat atau wilayah
mereka.
Dalam
pendekatan holistik, tidak ada entitas tunggal yang secara efektif dapat
mengatasi tantangan dalam pembangunan berkelanjutan, oleh karena itu, sangat
penting untuk secara efektif mengidentifikasi dan mengatasi tantangan melalui
komunikasi untuk merumuskan visi dan tujuan bersama. Untuk mencapai hal ini,
semua pemangku kepentingan yang terlibat perlu disadarkan bahwa semua sektor
harus bekerja bersama menuju tujuan bersama.
Beberapa
elemen yang perlu dicermati dalam rangka untuk menyusun rencana aksi yang
efektif, adalah:
– Membangun platform
komunikasi yang kuat antar lembaga di berbagai skala (lokal, regional, negara,
dll).
– Meningkatkan
komunikasi dan proses-proses partisipatif untuk lebih memahami dan menangani
masalah internal dan eksternal.
–
Memperkuat kemitraan
publik / swasta.
– Mempertajam proses
partisipatif masyarakat untuk memastikan bahwa masyarakat memiliki keterlibatan
yang cukup dalam penyusunan proposal dan pelaksanaan proyek sejak dari awal.
– Membangun mekanisme
yang memungkinkan terjadinya pertukaran pengetahuan dengan tokoh dan institusi
lokal.
Alur Komunikasi dalam
Kerangka Pembangunan Berkelanjutan
sumber: Communication and Coordination
Framework,
http://www.developforthelongterm.com/communication-and-coordin.html
Diagram
tersebut mengilustrasikan penerapan komunikasi dan koordinasi untuk mengarahkan
berbagai kepentingan yang ada menuju pada suatu tujuan bersama. Agar dapat
mengintegrasikan pemikiran dan tindakan secara keberlanjutan, diperlukan adanya
keselarasan metode perencanaan dari awal. Proses ini dimulai dengan
mengidentifikasi perbedaan antara departemen dalam hal: (1) tujuan yang secara
implisit ingin dicapai, (2) metode untuk mengukur pencapaian tujuan-tujuan
serta (3) prinsip perencanaan yang diterapkan. Diperlukan pemahaman dari setiap
departemen tentang tujuan penting yang ingin mereka capai. Sesuai konteks yang
ada, beberapa elemen mungkin perlu dievaluasi dan kembali direncanakan dari
awal untuk menyatukan proses antar departemen (internal dan eksternal). Perlu
diciptakan suatu 'payung' isu yang mengarahkan rencana, anggaran dan kebijakan
secara umum. Meskipun penerapannya akan bervariasi dari departemen satu dengan
departemen yang lain, jika tujuan, visi dan proses perencanaan selaras dan dikomunikasikan
dengan baik, dimungkinkan akan tersusun suatu program keberlanjutan yang mampu
mengatasi tantangan yang dihadapi oleh departemen dan konstituen yang terlibat.
A.
Membangun
Komunikasi yang Efektif[2]
Komunikasi yang efektif merujuk pada suatu kondisi dimana terjadi proses dua arah dimana
komunikator mengirimkan pesan yang tepat, sehingga
bisa diterima dan dipahami oleh orang lain (komunikan). Selain
terminologi “efektif” kita juga sering mendengar ada istilah “komunikasi yang
baik”. Untuk menjelaskan tentang konsep “komunikasi yang baik”, berikut
disampaikan tabel perbandingan antara “komunikasi yang buruk dan komunikasi
yang baik”.
Poor
Communication vs Good Communication
sumber:
http://www.people-communicating.com/what-is-good-communication.html
Untuk
mencapai komunikasi yang efektif ada sebuah model sederhana yang bisa
diterapkan untuk mengetahui apakah suatu pesan bekerja atau tidak bekerja, dan
bagaimana memperbaikinya. Model tersebut dikenal dengan model 4C, yang
merupakan singkatan dari Comprehension,
Connection, Credibility, and Contagiousness (Pemahaman, Koneksi,
Kredibilitas, dan Penularan). Model 4C pada awalnya dikembangkan sebagai alat
penilaian untuk mengevaluasi dampak iklan dan materi pemasaran. Merek seperti
Dunkin 'Donuts, Shampoo Suave, dan Cream Es Breyers menggunakan Model 4C untuk
membangun kampanye pemasaran yang benar-benar berbicara kepada orang-orang dan
membangun hubungan emosional dengan konsumen mereka.
Kelebihan
Model 4C adalah bahwa hal tersebut mudah dimengerti dan sederhana untuk
diterapkan pada setiap bagian komunikasi di tempat kerja apakah itu resume,
email, artikel newsletter, bagian pemasaran, powerpoint, atau blog. Dengan
menerapkan 4C untuk setiap jenis komunikasi akan membuat pihak penerima pesan
(komunikan) memperhatikan pesan yang disampaikan.
Comprehension (Pemahaman)
Beberapa pertanyaan utama dalam hal ini adalah apakah
komunikan (pihak penerima pesan) memahami pesan, gagasan utama yang disampaikan
oleh komunikator (pihak yang menyampaikan pesan)? Apakah pesan yang disampaikan
dapat langsung berkomunikasi? Dapatkah komunikan menyampaikan kembali
(mengingat) pesan? Pertanyaan tersebut digunakan untuk mengetahui apakah
komunikan "memahami". Berikut
adalah 3 tips untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik:
–
Membuat pesan yang
jelas dan tajam.
–
Mengulang-ulang inti
pesan yang ingin disampaikan.
–
Keep it simple -
jangan pergi terlalu dalam.
Connection (Koneksi)
Membuat koneksi dengan ide atau pesan yang disampaikan
bukan hanya berarti bahwa komunikan "memahaminya” tetapi pesan yang
disampaikan bisa terinternalisasi dalam diri komunikan, memiliki makna dan arti
bagi mereka, dan biasanya memicu respon irasional atau emosional: frustrasi,
kegembiraan, kemarahan, gairah , sukacita, kebahagiaan, kesedihan, dan seterusnya.
Ketika koneksi ada, itu akan memicu perilaku baru dan tindakan.
Credibility (Kredibilitas)
Komunikan harus percaya bahwa pihak yang menyampaikan
pesan (komunikator/instansi/lembaga), apa yang dikatakan, dan bagaimana yang
dikatakan. Jika tidak, koneksi yang terbangun akan mulai rusak dengan segera.
Kredibilitas menjadi faktor penting, karena akan berpengaruh pada sisi
emosional komunikan yang berdampak pada tingkat pemahaman dan keputusan
terhadap sikap dan tindakan yang diambil terkait dengan pesan yang disampaikan.
Contagiousness (Penularan)
Penularan merupakan salah satu indikator bahwa komunikan
atau audiens telah "menangkap pesan," yang disampaikan. Pikirkan
terakhir kali Anda melihat iklan TV yang begitu lucu atau cerdas yang Anda
mendiskusikannya dengan teman-teman Anda, menghidupkan kembali menemukan diri
Anda sendiri, atau mengulangi slogan atau menangkap frase dalam percakapan. Hal
tersebut adalah penularan. Untuk menjadi menular, pesan harus energik, baru,
berbeda, dan mudah diingat. Pesan yang disampaikan juga harus membangkitkan
respons emosional, memotivasi target untuk melakukan sesuatu, dan menimbulkan
reaksi dan aksi yang konkrit.
[1]
Tulisan ini diolah dari:
– People Capability Maturity
Model – Version 2,
http://www.scribd.com/doc/59846230/66/Communication-and-Coordination
–
Communication
and Coordination Framework,
http://www.developforthelongterm.com/communication-and-coordin.html
[2]
Tulisan ini diolah dari:
- The
definition of effective communication, http://www.effective-communication.net/
- What is Good
Communication, http://www.people-communicating.com/what-is-good-communication.html
- Albanese,
Isabelle, How to Make Your Messages Memorable, http://humanresources.about.com/od/interpersonalcommunication/qt/memorable.htm