Thursday, October 6, 2011

Komunikasi dan Koordinasi dalam Kerangka Pembangunan[1]


Komunikasi dan koordinasi merupakan elemen dasar untuk mengembangkan dan mengoptimalkan kinerja kelompok kerja. Meningkatkan arus informasi merupakan fondasi untuk budaya partisipatif dan empowered workgroups. Hal penting dari budaya partisipatif adalah menciptakan suasana dimana individu (pemangku kepentingan) dapat merasa nyaman menyampaikan pendapat dan aspirasinya kepada pihak manajemen tanpa rasa khawatir dan takut. Dalam kelompok kerja, orang yang bekerja sama harus memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk mengkoordinasikan kegiatan mereka dan mengelola saling ketergantungan yang ada.

Komunikasi interpersonal dan keterampilan koordinasi perlu dikembangkan untuk membangun kelompok kerja yang terstruktur. Komunikasi yang efektif dimulai dengan mengkomunikasikan nilai-nilai budaya organisasi, kebijakan, serta informasi penting lainnya kepada tim kerja yang terlibat. Selain komunikasi yang bersifat top-down tersebut, komunikasi bottom-up dirangsang dengan cara mencari opini individu terkait dengan kondisi tim kerja. Komunikasi antara unit-unit kerja harus berfokus pada isu-isu untuk menyelesaikan program yang dilaksanakan. Masing-masing pihak mengidentifikasi ketergantungan (dependensi) dalam pekerjaan mereka dan membangun komitmen untuk menyelaraskan kegiatan mereka. Setiap pihak memantau kemajuan terhadap ketergantungan tersebut untuk memastikan koordinasi di dalam kelompok kerja mereka berjalan secara efektif.

Dalam konteks perencanaan pembangunan nasional dan regional, kerjasama intra dan antar departemen sangat penting untuk memastikan bahwa kebutuhan dari pemangku kepentingan (stakeholder) dapat terakomodir. Komunikasi dan koordinasi sangat penting dalam memperlancar dan memastikan pencapaian visi dan tujuan bersama secara tepat waktu. Dengan meningkatkan berbagi pengetahuan, mempraktekkan komunikasi terbaik dan mengembangkan platform koordinasi fungsional, para perencana dan pengambil keputusan menempatkan dirinya dalam posisi yang lebih baik untuk membuat rencana dan program yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat atau wilayah mereka.
Dalam pendekatan holistik, tidak ada entitas tunggal yang secara efektif dapat mengatasi tantangan dalam pembangunan berkelanjutan, oleh karena itu, sangat penting untuk secara efektif mengidentifikasi dan mengatasi tantangan melalui komunikasi untuk merumuskan visi dan tujuan bersama. Untuk mencapai hal ini, semua pemangku kepentingan yang terlibat perlu disadarkan bahwa semua sektor harus bekerja bersama menuju tujuan bersama.
Beberapa elemen yang perlu dicermati dalam rangka untuk menyusun rencana aksi yang efektif, adalah:
       Membangun platform komunikasi yang kuat antar lembaga di berbagai skala (lokal, regional, negara, dll).
  Meningkatkan komunikasi dan proses-proses partisipatif untuk lebih memahami dan menangani masalah internal dan eksternal.
        Memperkuat kemitraan publik / swasta.
     Mempertajam proses partisipatif masyarakat untuk memastikan bahwa masyarakat memiliki keterlibatan yang cukup dalam penyusunan proposal dan pelaksanaan proyek sejak dari awal.
   Membangun mekanisme yang memungkinkan terjadinya pertukaran pengetahuan dengan tokoh dan institusi lokal.

Alur Komunikasi dalam Kerangka Pembangunan Berkelanjutan

sumber: Communication and Coordination Framework,
http://www.developforthelongterm.com/communication-and-coordin.html


Diagram tersebut mengilustrasikan penerapan komunikasi dan koordinasi untuk mengarahkan berbagai kepentingan yang ada menuju pada suatu tujuan bersama. Agar dapat mengintegrasikan pemikiran dan tindakan secara keberlanjutan, diperlukan adanya keselarasan metode perencanaan dari awal. Proses ini dimulai dengan mengidentifikasi perbedaan antara departemen dalam hal: (1) tujuan yang secara implisit ingin dicapai, (2) metode untuk mengukur pencapaian tujuan-tujuan serta (3) prinsip perencanaan yang diterapkan. Diperlukan pemahaman dari setiap departemen tentang tujuan penting yang ingin mereka capai. Sesuai konteks yang ada, beberapa elemen mungkin perlu dievaluasi dan kembali direncanakan dari awal untuk menyatukan proses antar departemen (internal dan eksternal). Perlu diciptakan suatu 'payung' isu yang mengarahkan rencana, anggaran dan kebijakan secara umum. Meskipun penerapannya akan bervariasi dari departemen satu dengan departemen yang lain, jika tujuan, visi dan proses perencanaan selaras dan dikomunikasikan dengan baik, dimungkinkan akan tersusun suatu program keberlanjutan yang mampu mengatasi tantangan yang dihadapi oleh departemen dan konstituen yang terlibat.

A.   Membangun Komunikasi yang Efektif[2]
Komunikasi yang efektif merujuk pada suatu kondisi dimana terjadi proses dua arah dimana komunikator mengirimkan pesan yang tepat, sehingga bisa diterima dan dipahami oleh orang lain (komunikan). Selain terminologi “efektif” kita juga sering mendengar ada istilah “komunikasi yang baik”. Untuk menjelaskan tentang konsep “komunikasi yang baik”, berikut disampaikan tabel perbandingan antara “komunikasi yang buruk dan komunikasi yang baik”.

Poor Communication vs Good Communication
sumber: http://www.people-communicating.com/what-is-good-communication.html

Untuk mencapai komunikasi yang efektif ada sebuah model sederhana yang bisa diterapkan untuk mengetahui apakah suatu pesan bekerja atau tidak bekerja, dan bagaimana memperbaikinya. Model tersebut dikenal dengan model 4C, yang merupakan singkatan dari Comprehension, Connection, Credibility, and Contagiousness (Pemahaman, Koneksi, Kredibilitas, dan Penularan). Model 4C pada awalnya dikembangkan sebagai alat penilaian untuk mengevaluasi dampak iklan dan materi pemasaran. Merek seperti Dunkin 'Donuts, Shampoo Suave, dan Cream Es Breyers menggunakan Model 4C untuk membangun kampanye pemasaran yang benar-benar berbicara kepada orang-orang dan membangun hubungan emosional dengan konsumen mereka.
Kelebihan Model 4C adalah bahwa hal tersebut mudah dimengerti dan sederhana untuk diterapkan pada setiap bagian komunikasi di tempat kerja apakah itu resume, email, artikel newsletter, bagian pemasaran, powerpoint, atau blog. Dengan menerapkan 4C untuk setiap jenis komunikasi akan membuat pihak penerima pesan (komunikan) memperhatikan pesan yang disampaikan.

Comprehension (Pemahaman)
Beberapa pertanyaan utama dalam hal ini adalah apakah komunikan (pihak penerima pesan) memahami pesan, gagasan utama yang disampaikan oleh komunikator (pihak yang menyampaikan pesan)? Apakah pesan yang disampaikan dapat langsung berkomunikasi? Dapatkah komunikan menyampaikan kembali (mengingat) pesan? Pertanyaan tersebut digunakan untuk mengetahui apakah komunikan  "memahami". Berikut adalah 3 tips untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik:
        Membuat pesan yang jelas dan tajam.
        Mengulang-ulang inti pesan yang ingin disampaikan.
        Keep it simple - jangan pergi terlalu dalam.

Connection (Koneksi)
Membuat koneksi dengan ide atau pesan yang disampaikan bukan hanya berarti bahwa komunikan "memahaminya” tetapi pesan yang disampaikan bisa terinternalisasi dalam diri komunikan, memiliki makna dan arti bagi mereka, dan biasanya memicu respon irasional atau emosional: frustrasi, kegembiraan, kemarahan, gairah , sukacita, kebahagiaan, kesedihan, dan seterusnya. Ketika koneksi ada, itu akan memicu perilaku baru dan tindakan.

Credibility (Kredibilitas)
Komunikan harus percaya bahwa pihak yang menyampaikan pesan (komunikator/instansi/lembaga), apa yang dikatakan, dan bagaimana yang dikatakan. Jika tidak, koneksi yang terbangun akan mulai rusak dengan segera. Kredibilitas menjadi faktor penting, karena akan berpengaruh pada sisi emosional komunikan yang berdampak pada tingkat pemahaman dan keputusan terhadap sikap dan tindakan yang diambil terkait dengan pesan yang disampaikan.

Contagiousness (Penularan)
Penularan merupakan salah satu indikator bahwa komunikan atau audiens telah "menangkap pesan," yang disampaikan. Pikirkan terakhir kali Anda melihat iklan TV yang begitu lucu atau cerdas yang Anda mendiskusikannya dengan teman-teman Anda, menghidupkan kembali menemukan diri Anda sendiri, atau mengulangi slogan atau menangkap frase dalam percakapan. Hal tersebut adalah penularan. Untuk menjadi menular, pesan harus energik, baru, berbeda, dan mudah diingat. Pesan yang disampaikan juga harus membangkitkan respons emosional, memotivasi target untuk melakukan sesuatu, dan menimbulkan reaksi dan aksi yang konkrit.



[1] Tulisan ini diolah dari:
     People Capability Maturity Model – Version 2, http://www.scribd.com/doc/59846230/66/Communication-and-Coordination
     Communication and Coordination Framework, http://www.developforthelongterm.com/communication-and-coordin.html
[2] Tulisan ini diolah dari:
The definition of effective communication, http://www.effective-communication.net/
-   Albanese, Isabelle, How to Make Your Messages Memorable, http://humanresources.about.com/od/interpersonalcommunication/qt/memorable.htm